KPK Minta Presiden Tegur Kepala BPN
BPN akan Sulap Hutan Kota Bandar Lampung Jadi Ruko dan Hotel
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung memprotes alih fungsi taman hutan kota dengan pemberian izin prinsip HGB dari BPN kepada PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) pada Januari 2010 lalu. Hal ini terungkap dalam aksi yang digelar Walhi Lampung dan LSM peduli lingkungan di Bandar Lampung, Kamis (30/12).
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Hendrawan, pemberian izin ini telah melanggar Perda ruang terbuka hijau dan Undang Undang Nomor 26/2007. Di dalam izin HGB tersebut, PT HKKB akan menyulap taman kota itu menjadi ruko dan hotel. HGB ini berlaku selama 20 tahun. “Kami desak pembatalan izin HGB tersebut,” ungkapnya.
Walhi akan mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) guna memperjuangkan taman hutan kota sebagai sarana penghijauan Kota Bandar Lampung.
Sebelumnya, areal hutan taman kota ini pernah dikuasai PT Way Halim Permai (WHP), namun telah berakhir pada tahun 2001. PT WHP ini juga pengembang perumahan di wilayah taman hutan kota tersebut. Kota Bandar Lampung berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 dan Perda Nomor 4 Tahun 2004, diamanatkan untuk mengalokasikan lahan terbuka hijau seluasa 30 persen. Namun, Walhi menyatakan Pemkot Bandar Lampung baru mampu menyediakan 21 persen.
Lahan terbuka hijau 21 persen ini saja, mau dialihfungsikan lagi kepada swasta lewat HGB, jelas akan mengurangi lahan terbuka hijau. Ini melanggar dan artinya Pemkot tidak peduli lingkungan.
Informasi yang diperoleh, ada dugaan kasus ini diselesaikan bawah tangan antara PT WHP dan PT HKKB dengan keluarnya izin prinsip HGB dari BPN setempat. PT WHP menguasai 12,6 hektare lahan hutan taman kota dan telah berakhir 2001. Sepanjang saat itu hingga 2010, seharusnya hutan kota (lahan terbukan hijau) itu dikembalikan ke negara (pemkot), bukan malah diserahkan swasta lagi.
Seperti Preman, Kepala BPN Banjar Peras Notaris Rp 200 juta Tiap Bulan
''Sampai saat ini pemeriksaan masih dilakukan, hanya saja dari pengakuan yang bersangkutan bisa mengumpulkan satu bulan Rp 200 juta,'' ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Arminsyah, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/9).
Dituturkan Arminsyah, modus pemerasan yang dilakukan Eddy adalah dengan mempersulit proses pengalihan tanah oleh notaris. Dari sini, ia kemudian meminta para notaris menyetor uang untuk memperlancar proses pengalihan hak milik tanah. Dalam melakukan pemerasan, Eddy juga diduga Kejaksaan Agung tak sendirian. Menurut Arminsyah, ada perantara-perantara yang sudah terlacak sejauh ini.
Ia mengatakan, penyerahan duit pemerasan bukan dengan tunai tapi dengan transfer rekening. Transfer rekening ini tak semuanya ditujukan pada akun rekening milik Eddy. ''Sudah kami dapatkan nomor rekening dan nama transfer rekeningnya. Sebagian ada yang milik teman dekat dan keluarga,'' ungkap Arminsyah.
Tak dijelaskan Arminsyah, sejak kapan Eddy melakukan praktik pemerasan. Hal tersebut kata dia akan diperiksa lebih lanjut. Eddy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, kemarin sore. Penangkapan ini atas laporan seorang notaris yang mengaku diperas sebanyak Rp 400 juta oleh Eddy.
0 komentar:
Posting Komentar