Rabu, 06 April 2011

Banyaknya Pejabat BPN Yg Terlibat Korupsi


Seperti Preman, Kepala BPN Banjar Peras Notaris Rp 200 juta Tiap Bulan
Ilustrasi



KPK Minta Presiden Tegur Kepala BPN
M jasin

   

KPK Minta Presiden Tegur Kepala BPN

Senin, 04 April 2011 08:47 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menegur keras kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pasalnya, KPK menduga praktik suap menyuap di BPN masih banyak terjadi.
“Dalam waktu dekat ini, KPK segera siapkan laporan tertulis ke presiden sebagai kepala negara agar menegur keras kepala BPN,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin, melalui pesan singkatnya, Ahad (3/4) malam.
Menurutnya, KPK telah melakukan sejumlah kajian sistem terhadap BPN sejak tahun 2005. Dari hasil kajian itu, KPK menyarankan sejumlah perbaikan di BPN, seperti alur proses pengurusan perizinan, sistem administrasi, dan menghentikan transaksi suap menyuap.
Namun, rekomendasi dari KPK itu sepertinya tidak diindahkan oleh BPN. Pada tahun 2008, KPK menangkap Kepala BPN Surabaya karena diduga melakukan tindak pidana korupsi. KPK menyerahkan penanganan hukumnya kepada Polda Surabaya.  Pada tahun 2009, empat orang pimpinan KPK melakukan sidak (Inspeksi mendadak) di lima kantor wilayah BPN di Jakarta.
“Sejak tahun 2007, BPN telah menjadi focus perhatian KPK, tapi hasilnya selalu dapat nilai rendah, artinya masih banyak praktik suap menyuap di BPN. Saran perbaikan KPK tidak pernah diindahkan” kata Jasin.
Redaktur: Johar Arif
Reporter: Muhammad Hafil
   

BPN akan Sulap Hutan Kota Bandar Lampung Jadi Ruko dan Hotel

Jumat, 31 Desember 2010 05:44 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG-–Hutan kota Bandar Lampung di kawasan Way Halim akan disulap menjadi hamparan rumah toko (ruko) dan hotel mewah. Pihak developer telah mengantongi izin hak guna bangunan (HGB) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung, padahal area ini masuk ruang terbuka hijau ibukota Lampung.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung memprotes alih fungsi taman hutan kota dengan pemberian izin prinsip HGB dari BPN kepada PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) pada Januari 2010 lalu. Hal ini terungkap dalam aksi yang digelar Walhi Lampung dan LSM peduli lingkungan di Bandar Lampung, Kamis (30/12).

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Hendrawan, pemberian izin ini telah melanggar Perda ruang terbuka hijau dan Undang Undang Nomor 26/2007. Di dalam izin HGB tersebut, PT HKKB akan menyulap taman kota itu menjadi ruko dan hotel. HGB ini berlaku selama 20 tahun. “Kami desak pembatalan izin HGB tersebut,” ungkapnya.

Walhi akan mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) guna memperjuangkan taman hutan kota sebagai sarana penghijauan Kota Bandar Lampung.

Sebelumnya, areal hutan taman kota ini pernah dikuasai PT Way Halim Permai (WHP), namun telah berakhir pada tahun 2001. PT WHP ini juga pengembang perumahan di wilayah taman hutan kota tersebut. Kota Bandar Lampung berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 dan Perda Nomor 4 Tahun 2004, diamanatkan untuk mengalokasikan lahan terbuka hijau seluasa 30 persen. Namun,  Walhi menyatakan Pemkot Bandar Lampung baru mampu menyediakan 21 persen.

Lahan terbuka hijau 21 persen ini saja, mau dialihfungsikan lagi kepada swasta lewat HGB, jelas akan mengurangi lahan terbuka hijau. Ini melanggar dan artinya Pemkot tidak peduli lingkungan.

Informasi yang diperoleh, ada dugaan kasus ini diselesaikan bawah tangan antara PT WHP dan PT HKKB dengan keluarnya izin prinsip HGB dari BPN setempat. PT WHP menguasai 12,6 hektare lahan hutan taman kota dan telah berakhir 2001. Sepanjang saat itu hingga 2010, seharusnya hutan kota (lahan terbukan hijau) itu dikembalikan ke negara (pemkot), bukan malah diserahkan swasta lagi.
Redaktur: Krisman Purwoko
Reporter: mursalin yasland
   

Seperti Preman, Kepala BPN Banjar Peras Notaris Rp 200 juta Tiap Bulan

Sabtu, 04 September 2010 02:03 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Eddy Sofyan Nur, ditengarai memperoleh uang haram sampai Rp 200 juta per bulan dari hasil memeras notaris. Kejaksaan Agung menduga, Eddy tak menjalankan aksi pemerannya ini seorang diri.

''Sampai saat ini pemeriksaan masih dilakukan, hanya saja dari pengakuan yang bersangkutan bisa mengumpulkan satu bulan Rp 200 juta,'' ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Arminsyah, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/9).

Dituturkan Arminsyah, modus pemerasan yang dilakukan Eddy adalah dengan mempersulit proses pengalihan tanah oleh notaris. Dari sini, ia kemudian meminta para notaris menyetor uang untuk memperlancar proses pengalihan hak milik tanah. Dalam melakukan pemerasan, Eddy juga diduga Kejaksaan Agung tak sendirian. Menurut Arminsyah, ada perantara-perantara yang sudah terlacak sejauh ini.

Ia mengatakan, penyerahan duit pemerasan bukan dengan tunai tapi dengan transfer rekening. Transfer rekening ini tak semuanya ditujukan pada akun rekening milik Eddy. ''Sudah kami dapatkan nomor rekening dan nama transfer rekeningnya. Sebagian ada yang milik teman dekat dan keluarga,'' ungkap Arminsyah.

Tak dijelaskan Arminsyah, sejak kapan Eddy melakukan praktik pemerasan. Hal tersebut kata dia akan diperiksa lebih lanjut. Eddy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, kemarin sore. Penangkapan ini atas laporan seorang notaris yang mengaku diperas sebanyak Rp 400 juta oleh Eddy.
Redaktur: Budi Raharjo



0 komentar:

Posting Komentar